Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

Patroli Penegakan Hukum Lingkungan Hidup
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

Tindak Pidana Lingkungan Hidup saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup  pada Bab XV, yaitu mulai dari Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 UUPPLH. Pasal 97 UUPPLH menyatakan  bahwa tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pidana UUPPLH, merupakan kejahatan (rechtdelicten), sehingga maknanya bahwa level perbuatan tercelanya di atas pelanggaran.

Secara umum perbuatan yang dilarang dengan ancaman sanksi pidana bagi yang melanggarnya dalam UUPPLH yaitu perbuatan Pencemaran lingkungan hidup dan perusakan lingkungan hidup, namun dalam rumusan tindak pidana dalam UUPPLH diatur tidak secara umum tetapi lebih spesifik secara khusus:

Pencemaran Lingkungan Hidup
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,  dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. (Pasal 1 angka 14 UUPPLH)

Bagaimana caranya untuk mengetahui telah terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup?
berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPPLH menyatakan bahwa:
Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.
Apakah yang dimaksud dengan Baku mutu lingkungan Hidup?
berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 13 UUPPLH menyebutkan bahwa:
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

Perusakan Lingkungan Hidup
Perusakan lingkungan hidup adalah: "tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup." (Pasal 1 angka 16 UUPPLH)
Bagaimana caranya untuk mengetahui telah terjadinya kerusakan lingkungan hidup?
Pasal 21 ayat (1) UUPPLH menyatakan bahwa: "Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup."

Ada perbedaan atau bisa dibilang perkembangan rumusan delik tindak pidana dalam Undang undang Nomor 4  tahun 1982 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH 1997) dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH 2009). Jika pada UUKKPPLH  1982 hanya mengenal delik materil, maka di UUPLH 1997 dan UUPPLH 2009 perumusan deliknya bersifat delik materil dan delik formil bahkan di UUPPLH 2009 delik formilnya lebih banyak dibandingkan UULH 1997.

Perbedaan delik materiel dan delik formil adalah :
Delik Materil (Materiil Delict) adalah:
"Delik yang rumusannya memberikan ancaman pidana terhadap perbuatan yang telah menimbulkan akibat dari perbuatan (Ada hubungan kausalitas antara perbuatan dan akibat dari perbuatan)".
Delik formil (Formeel Delict) adalah:
"Delik yang rumusannya memberikan ancaman pidana terhadap perbuatan yang dilarang, tanpa memandang akibat dari perbuatan".

Delik materiel dalam ketentuan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat pada Pasal 98 dan Pasal 99, yaitu setiap orang yang dengan sengaja atau kelalaiannya melakukan:
  1. perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup 
  2. perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia 
  3. perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan mengakibatkan orang luka berat atau mati
Delik materil juga terdapat dalam Pasal 112 UUPPLH 2009 yaitu Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia

Sedangkan perbutan yang dilarang yang masuk kategori delik formil dalam UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidupter dapat pada Pasal 100 s/d Pasal 111 dan Pasal 113 s/d Pasal 115 anyara lain:
  1. Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan;
  2. Melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
  3. Melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin;
  4. Menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan;
  5. Melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin;
  6. Memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  7. Melakukan pembakaran lahan;
  8. Melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
  9. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal;
  10. Pejabat pemberi izin lingkungan yg menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL;
  11. Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan;
  12.  Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
  13. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah;
  14. Dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil




TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

Perbuatan dan sanksi pidana dalam Hukum Pidana Khusus bidang lingkungan hidup yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain

DELIK MATERIL TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

1. Pasal 98 ayat (1) UUPPLH Th 2009:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2. Pasal 98 ayat (2):
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
3. Pasal 98 ayat (3) :
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
4. Pasal 99 ayat (1) :
Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
5. Pasal 99 ayat (2) :
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
6. Pasal 99 ayat (2) :
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
7. Pasal 112 UUPPLH:
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).




DELIK FORMIL TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP


1. Pasal 100 ayat (1) UUPPLH:
Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 100 ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali (Pasal 100 ayat (2) UUPPLH)

2. Pasal 101  UUPPLH: (sanksi pidana mengedarkan produk rekayasa genetik )
Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

3. Pasal 102  UUPPLH: (sanksi pidana pengelolaan limbah B3 tanpa izin)
Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

4. Pasal 103  UUPPLH:
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 

5. Pasal 104   UUPPLH: (sanksi pidana dumping limbah)
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

6. Pasal 105 UUPPLH
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

7. Pasal 106 UUPPLH
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

8. Pasal 107 UUPPLH
Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

9. Pasal 108 UUPPLH (sanksi Pidana Pembakaran Lahan)
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

10. Pasal 109 UUPPLH
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

11. Pasal 110 UUPPLH
Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

12. Pasal 111 ayat (1) UUPPLH
Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

13. Pasal 111 ayat (2) UUPPLH 
Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

14. Pasal 113 UUPPLH
Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 

15. Pasal 114 UUPPLH
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

16. Pasal 115 UUPPLH
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Penerapan sanksi pidana penjara dan denda tersebut di atas bersifat komulatif bukan alternatif, jadi sanksinya diterapkan keduanya yaitu sanksi pidana penjara dan pidana denda, bukan salah satu dintaranya, pemberatan sanksi dapat dikenakn bagi pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana yaitu diperberat sepertiga

Selain ancaman pidana, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
  1. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; 
  2. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan; 
  3. perbaikan akibat tindak pidana; 
  4. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikantanpa hak; dan/atau 
  5. penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun. (Pasal 119 UU No. 32/2009)
Mungkin sahabat  bertanya tanya dimana Pasal ketentuan pidana terkait perbuatan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup dan/atau perusakan lingkungan hidup sebagaimana dulu diatur dalam Pasal 41 dan 42 UUPLH 1997.

Dalam UUPPLH 2009 memang tidak disebutkan secara inplisit ancaman pidana bagi perbuatan yang mengkibatkan pencemaran lingkungan hidup, ketentuan tersebut tidak dibuang, tetapi diperjelas menjadi perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup implikasi hukumnya sama aja karena pencemaran lingkungan hidup dan/atau perusakan lingkungan hidup sama dengan dilampauinya baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup




Glosarium dalam rumusan delik tindak pidana lingkungan hidup di UUPPLH 2009

Pencemaran lingkungan hidup 
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL)
Amdal adalah: kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
B3 adalah: zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hiduplain.
Baku Mutu Air
Baku Mutu Air adalah: ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,atau komponen yang ada atau harus ada,dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. 
Baku Mutu Air Limbah
Baku Mutu Air Limbah adalah: ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan ke media air . 
baku mutu air laut 
baku mutu air laut adalah: ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. 
baku mutu gangguan
baku mutu gangguan adalah ukuran batas unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya yang meliputi unsur getaran, kebisingan, dan kebauan.
baku mutu udara ambien
baku mutu udara ambien adalah: ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang seharusnya ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.
baku mutu emisi 
baku mutu emisiadalah ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan ke media udara.
Baku mutu lingkungan hidup
Baku mutu lingkungan hidup adalah: "ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup"
Dumping (pembuangan) 
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Izin lingkungan
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Lingkungan hidup
Lingkungan hidup adalah: "kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain."
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan,

Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.

Kerusakan lingkungan hidup
Kerusakan lingkungan hidup adalah: "perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup."
Perusakan lingkungan hidup
Perusakan lingkungan hidup adalah: "tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup." 

Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum 

Untuk lebih jelasnya silahkan baca Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bisa di download di bawah ini
Apakah ini LOGO GAKKUM KLHK
GAKKUM


Dengan diundangkannya Undang Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja ada perubahan bagi usaha atau kegiatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana lingkungan hidup dalam Undang Undang RI Nomor 32  Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sbb:


Pasal 98
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 99
(1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).

Pasal 100
(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.

Pasal 101
Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 102
-dihapus-


Pasal 103
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 104
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 105
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 106
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 107
Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 108
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 109
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki:
a. Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat, atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1), atau Pasal 59 ayat (4);
b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; atau
c. persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1);

yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.OOO,OO (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 110
-dihapus-

Ketentuan Pasal 111 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 111
Pejabat pemberi persetujuan lingkungan yang menerbitkan persetujuan lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 112
-dihapus-

Pasal 113
Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 114

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 115

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

1 komentar untuk "TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP"

  1. Pasal 114 UU 32 Tahun 2009 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah penjara Maximal 1 tahun dan denda Maximal Rp 1 Miliar, apakah dimaksudkan untuk memaksa Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan melaksanakan PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. Dimana pada Pada Pasal 7 , Penerapan Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 dilaksanakan mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PETUNJUK PELAKSANAAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP, yaitu
     pada point B. PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF, 1. Jenis Sanksi Administratif huruf b. Paksaan Pemerintah adalah sanksi administratif berupa tindakan nyata untuk menghentikan pelanggaran dan/atau memulihkan dalam keadaan semula. Penerapan sanksi paksaan pemerintah dapat dilakukan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dengan terlebih dahulu diberikan teguran tertulis. Adapun penerapan sanksi paksaan pemerintah dapat dijatuhkan pula tanpa didahului dengan teguran tertulis apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
    1) ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
    2) dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
    3) kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.

    Sanksi paksaan pemerintah dapat dilakukan dalam bentuk:
    1) penghentian sementara kegiatan produksi;
    2) pemindahan sarana produksi;
    3) penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
    4) pembongkaran;
    5) penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;
    6) penghentian sementara seluruh kegiatan; dan/atau
    7) tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.

    BalasHapus